Opini: Satrio Budiharjo

Hami-news.com
Papua Barat - Raja empat
Dengan keindahan alamnya yang luar biasa dan keanekaragaman hayati laut yang mendunia, Raja
Ampat telah lama dianggap sebagai simbol kekayaan alam Indonesia. 

Raja Ampat adalah destinasi
wisata yang harus dijaga karena keindahan terumbu karang, spesies laut yang langka, dan budaya
masyarakatnya. ( Selasa, 10 Juni 2025 )

Namun, ekspansi industri pertambangan nikel dalam beberapa tahun terakhir telah
membuat wilayah ini dihadapkan pada ancaman serius. Apa yang dulunya dianggap sebagai peluang
ekonomi, pertambangan ini dapat menghancurkan masyarakat dan ekosistem Raja Ampat. 

Ketidakadilan sosial dan kegagalan sistem hukum Indonesia dalam melindungi tanah airnya adalah bagian dari masalah ini selain kerusakan lingkungan. Kita akan bersama berpikir lebih jauh tentang bagaimana masalah ini seharusnya ditangani dari perspektif hukum, ekologi, dan keadilan sosial.

Latar Belakang Isu Hukum
Indonesia, sebagai penghasil nikel terbesar di dunia, berada dalam situasi sulit karena permintaan nikel
yang meningkat untuk memenuhi kebutuhan industri kendaraan listrik dan perangkat elektronik di
seluruh dunia. 

Meskipun ekonomi negara memerlukan sumber daya alam, pertambangan yang tidak terkendali dapat merusak lingkungan dan berdampak buruk pada masyarakat yang bergantung pada
alam. 

Pertambangan nikel di Raja Ampat adalah contoh nyata bagaimana keuntungan ekonomi seringkali lebih penting daripada perlindungan alam.

Laporan Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa penambangan di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran
telah merusak hutan tropis, terumbu karang, dan ekosistem laut di sekitarnya. 

Menurut Greenpeace
Indonesia (2025a), lebih dari 500 hektare hutan telah dibabat untuk membuka lahan tambang, menyebabkan sedimentasi yang merusak ekosistem laut yang sangat penting. 

Ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam hukum lingkungan Indonesia, yang seharusnya memprioritaskan perlindungan dan keberlanjutan pulau-pulau kecil dan pesisir yang kaya akan keanekaragaman hayati.

Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pertambangan dilarang di kawasan konservasi, menurut hukum
Indonesia, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir.

Namun, fakta di lapangan
menunjukkan bahwa, meskipun ada peraturan yang ketat, perusahaan besar masih mendapatkan izin penambangan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan. 

Ironisnya, masyarakat lokal dan
masyarakat adat yang tinggal di wilayah tersebut paling terdampak oleh perubahan ini, dan sebagian besar keputusan dibuat tanpa partisipasi langsung dengan masyarakat.

Implikasi terhadap Sistem Hukum Indonesia., Indonesia seharusnya memiliki mekanisme yang kuat untuk mengawasi dan mengontrol eksploitasi sumber daya alam sebagai negara hukum. Namun, kasus pertambangan nikel Raja Ampat menunjukkan dengan jelas bagaimana sistem hukum Indonesia gagal melaksanakan aturan yang ada, yang telah
memperburuk keadaan. 

Seringkali, sistem hukum kita berfokus pada keuntungan ekonomi jangka
pendek daripada memastikan keberlanjutan masyarakat dan lingkungan dalam jangka panjang.

Dr. Faridah Sulaeman, seorang ahli hukum lingkungan, mengatakan bahwa penegakan hukum yang
tidak memadai merupakan masalah utama dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia. 

Sulaeman menjelaskan bahwa meskipun banyak regulasi yang baik di atas kertas, implementasinya sering tidak
berjalan sesuai harapan.

Ketidakmampuan lembaga pemerintah untuk mengawasi dan menindak tegas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tambang, yang sering memiliki sumber daya dan pengaruh
politik yang signifikan, adalah penyebabnya (Sulaeman, 2019). 

Dalam kasus Raja Ampat, kegagalan
ini tercermin dalam proses pemberian izin pertambangan, yang melibatkan partisipasi masyarakat yang rendah dan kurangnya pengawasan yang memadai terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan.

Meskipun demikian, hak-hak masyarakat adat yang tinggal di wilayah tersebut seringkali diabaikan
dalam proses perizinan oleh sistem hukum Indonesia. 

Dalam hukum Indonesia, masyarakat lokal harus diizinkan untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan tentang pengelolaan sumber daya alam, terutama yang dapat merusak lingkungan.

Perspektif Ekologis
Pertambangan nikel di Raja Ampat adalah bencana yang mengancam keanekaragaman hayati di seluruh
dunia. Lebih dari 1.300 spesies ikan dan lebih dari 600 spesies terumbu karang hidup di Raja Ampat,
salah satu tempat dengan biodiversitas laut terbanyak. 

Keberadaan spesies lokal seperti ikan pari manta dan penyu hijau diancam oleh aktivitas tambang yang merusak.

Menurut laporan Greenpeace Indonesia, kerusakan ekosistem ini berdampak pada ekonomi masyarakat
yang bergantung pada sumber daya alam. Jika kerusakan lingkungan ini terus berlanjut, nelayan dan
ekowisata akan mengalami kerugian besar. 

Selain itu, manfaat jangka pendek dari aktivitas pertambangan mungkin tidak sebanding dengan dampak negatif dari kerusakan ekologis ini dalam
jangka panjang. 

Ini menunjukkan bahwa eksploitasi yang tidak terkendali tidak hanya menghancurkan alam tetapi juga merusak ekonomi lokal (Greenpeace Indonesia, 2025b).

Sebagai seorang mahasiswa hukum dan, saya sangat prihatin dengan cara pemerintah Indonesia menangani masalah ini. 

Seolah-olah kepentingan ekonomi jangka pendek lebih penting dari pada kepentingan masyarakat dan lingkungan. 

Meskipun ada undang-undang yang melarang pertambangan di Raja Ampat, keputusan tersebut menunjukkan bahwa hukum lingkungan Indonesia tidak diutamakan dan seringkali dimanipulasi demi kepentingan investasi.

Pemerintah tidak hanya gagal menjaga Raja Ampat, tetapi juga gagal memberi contoh kepada dunia bahwa Indonesia dapat berkembang dengan memanfaatkan sumber daya alamnya secara berkelanjutan. 

Namun, negara-negara lain telah menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan
lingkungan yang berkelanjutan baik untuk ekonomi jangka panjang dan ekosistem. 

Eksploitasi sumber
daya alam di negara-negara maju seperti Norwegia dan Kanada selalu mempertimbangkan dampak
lingkungan secara menyeluruh dan melibatkan partisipasi masyarakat lokal dalam proses pengambilan
keputusan. 

Kebijakan ini harus diikuti oleh pemerintah Indonesia.
Perubahan yang Harus Dilakukan Pemerintah Indonesia harus segera melakukan beberapa tindakan
strategis untuk menyelesaikan masalah ini:
• Penegakan Hukum yang Tegas:
Pemerintah harus memberikan sanksi tegas kepada perusahaan
yang terbukti merusak lingkungan dan melanggar peraturan.

• Reformasi Regulasi: 
Regulasi pertambangan, khususnya yang berkaitan dengan kawasan
konservasi dan pulau-pulau kecil, harus direvisi dengan lebih mengutamakan kesejahteraan
masyarakat lokal dan keberlanjutan lingkungan.

• Partisipasi Masyarakat Lokal: 
Setiap proses pengambilan keputusan terkait pertambangan
harus melibatkan masyarakat adat dan lokal. Ini akan menjamin bahwa mereka akan memiliki
suara dalam menentukan nasib sumber daya alam dan tanah mereka.

• Pengawasan yang Lebih Ketat:
Pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas
pertambangan, terutama di daerah yang rentan terhadap kerusakan lingkungan. Denganpengawasan yang jelas dan akuntabel, penyalahgunaan izin tambang akan diminimalkan.

Kesimpulan
Isu pertambangan nikel Raja Ampat adalah contoh nyata dari ketidakmampuan sistem hukum dan
kebijakan pemerintah untuk melindungi masyarakat dan lingkungan. 

Tanggung Jawab Bersama untuk
Masa Depan adalah solusi untuk masalah ini. 

Kita akan kehilangan bukan hanya kekayaan alam yang tak ternilai, tetapi juga hak-hak masyarakat yang bergantung pada kelestarian alam jika kita tidak segera bertindak untuk mengatasi masalah ini. Saatnya bagi kita semua untuk bertindak, baik sebagai individu,
lembaga, maupun pemerintah, untuk menjaga Raja Ampat dan ekosistemnya untuk generasi berikutnya.
Jika tidak, hari ini dan seterusnya kita akan menyesali ketidak pedulian kita terhadap dampak lingkungan. Tutup

Sumber : mahasiswa Ubb
Editor : Agus. H